Saat "Nggak Tahu Harus Gimana Lagi"

Bacaan: 2 Tawarikh 20

Ketika Google Maps Nggak Bisa Bantu

Pernah nggak sih, kita sekeluarga ada di satu titik di mana rasanya semua jalan buntu? Mungkin tagihan yang menumpuk, hasil ujian anak yang di luar harapan, masalah di kantor, atau bahkan hubungan di antara kita sendiri yang terasa renggang. Rasanya seperti dikepung masalah dari segala arah dan kita benar-benar nggak tahu harus melangkah ke mana lagi. Kita panik, cemas, dan rasanya nggak ada jalan keluar.

Raja Yosafat dan seluruh bangsa Yehuda pernah merasakan hal yang jauh lebih mengerikan. Bayangkan, bukan cuma satu, tapi tiga pasukan besar datang serempak untuk menyerang mereka. Secara logika, ini adalah akhir dari segalanya. Mereka kalah jumlah, kalah kekuatan. Situasi mereka bisa diringkas dalam satu kalimat: "Habislah sudah."

Ceritanya Gini... (Versi Kontemporer 2 Tawarikh 20)

Raja Yosafat, pemimpin bangsa itu, tentu saja ketakutan. Siapa yang tidak? Tapi yang ia lakukan selanjutnya adalah kunci dari semuanya.

  1. Bukan Cari Solusi Manusia, Tapi Cari Tuhan: Reaksi pertama Yosafat bukanlah mengumpulkan para jenderal perang atau menyusun strategi militer. Reaksi pertamanya adalah mengajak seluruh bangsa untuk berdoa dan berpuasa. Ia sadar, masalah ini terlalu besar untuk ditangani dengan kekuatan manusia.


  2. Doa yang Jujur Banget: Di hadapan seluruh rakyatnya, Yosafat berdoa. Doanya sangat jujur dan relevan untuk kita. Ia memulai dengan mengingatkan dirinya dan bangsanya tentang siapa Tuhan itu: Mahakuasa dan memegang kendali atas segalanya (ayat 6). Lalu, ia sampai pada puncak kejujurannya di ayat 12:

    "Ya Allah kami... kami tidak mempunyai kekuatan untuk menghadapi laskar yang besar ini... Kami tidak tahu apa yang harus kami lakukan, tetapi mata kami tertuju kepada-Mu."

    Ini adalah kalimat emasnya. Pengakuan total bahwa "kami menyerah, kami nggak sanggup, semua harapan kami hanya pada-Mu, Tuhan."


  3. Jawaban Tuhan yang di Luar Nalar: Tuhan menjawab doa mereka melalui seorang nabi bernama Yahaziel. Jawabannya pun luar biasa: "Jangan takut! Sebab bukan kamu yang akan berperang, melainkan Allah. Besok, kalian cukup datang, ambil posisi, berdiri tegak, dan lihatlah bagaimana Aku akan menyelamatkan kalian" (ayat 15-17).
  4. Strategi Perang Paling Aneh Sedunia: Apa yang dilakukan Yosafat setelah mendapat janji itu? Ia tidak menempatkan pasukan paling kuat di barisan depan. Sebaliknya, ia menempatkan para penyanyi dan paduan suara di depan! Mereka berjalan menuju medan perang sambil menyanyikan: "Nyanyikanlah nyanyian syukur bagi TUHAN, bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya!" (ayat 21).
    Mereka memuji Tuhan untuk kemenangan yang bahkan belum mereka lihat. Inilah iman yang sesungguhnya.


Hasilnya? Saat pujian itu dinaikkan, Tuhan membuat ketiga pasukan musuh itu menjadi kacau balau dan saling membunuh. Bangsa Yehuda menang tanpa perlu mengangkat satu pedang pun. Mereka hanya perlu datang, percaya, memuji, dan menyaksikan kesetiaan Tuhan.

Apa Artinya Buat Kita Hari Ini?

"Pasukan musuh" kita mungkin bukan tentara, tapi rasa cemas akan masa depan, tagihan kartu kredit, penyakit, atau konflik di dalam keluarga. Pelajaran dari Raja Yosafat ini sangat praktis untuk kita:

  1. Tidak Apa-Apa untuk Mengaku "Nggak Tahu": Langkah pertama untuk mengalami pertolongan Tuhan adalah mengakui bahwa kita butuh pertolongan. Tidak perlu berpura-pura kuat atau punya semua jawaban. Kejujuran di hadapan Tuhan, seperti doa Yosafat, adalah awal dari kemenangan.
  2. Arahkan Pandanganmu: Kuncinya ada di kalimat, "...tetapi mata kami tertuju kepada-Mu." Di tengah badai masalah, ke mana kita memandang? Ke rekening bank yang menipis? Ke komentar negatif orang? Atau kepada Tuhan yang berjanji akan menyertai kita? Mengalihkan fokus dari masalah ke Pribadi Tuhan adalah sebuah keputusan iman.
  3. Mulai dengan Syukur, Bukan Keluhan: Ini yang paling menantang. Saat terhimpit, mulut kita lebih mudah mengeluh daripada bersyukur. Tapi bangsa Yehuda mengajarkan kita kekuatan pujian. Memuji Tuhan di tengah masalah adalah cara kita berkata, "Tuhan, situasi ini memang berat, tapi aku percaya Engkau lebih besar. Aku percaya Engkau baik, apapun yang terjadi." Pujian seperti ini menggeser atmosfer ketakutan menjadi atmosfer iman.

Kesetiaan Tuhan itu nyata. Dia tidak berjanji hidup kita akan bebas dari "pasukan musuh". Tapi Dia berjanji bahwa peperangan terbesar dalam hidup kita bukanlah milik kita, melainkan milik-Nya. Tugas kita adalah percaya, mengarahkan hati dan mata kita kepada-Nya, dan menyaksikan bagaimana Dia bekerja dengan cara-Nya yang ajaib.

Untuk Direnungkan & Didiskusikan Bersama:

  1. Apa "pasukan musuh" atau tantangan terbesar yang sedang kita hadapi sebagai keluarga saat ini? (Mari sebutkan dengan jujur).
  2. Apa reaksi pertama kita biasanya saat menghadapi masalah itu? Apakah lebih sering panik dan cemas, atau langsung ingat untuk berdoa?
  3. Bagaimana cara praktis kita sebagai keluarga untuk "mengarahkan mata kita kepada Tuhan" minggu ini? (Contoh: berdoa bersama setiap malam, saling mengingatkan ayat firman Tuhan, dll).
  4. Mari kita coba tantangan Yosafat: Hal apa yang bisa kita syukuri dari Tuhan hari ini, bahkan sebelum semua masalah kita selesai?

Mari Berdoa Bersama:

Tuhan Yesus, terima kasih untuk cerita Raja Yosafat yang mengingatkan kami akan kuasa dan kesetiaan-Mu. Ampuni kami kalau kami seringkali panik dan mencoba menyelesaikan semuanya dengan kekuatan kami sendiri.

Hari ini, kami mau jujur di hadapan-Mu. Ada banyak hal yang membuat kami takut dan kami tidak tahu harus berbuat apa. Tapi seperti Yosafat, kami mau berkata: mata kami tertuju kepada-Mu. Ajari kami untuk percaya, ajari kami untuk memuji-Mu bahkan di saat sulit. Kami serahkan semua peperangan kami ke dalam tangan-Mu.

Terima kasih Tuhan, karena Engkau adalah Allah yang setia. Di dalam nama Tuhan Yesus kami berdoa. Amin.



Masuk untuk meninggalkan komentar